Thursday, December 23, 2010

Yen Wani ojo wedi-wedi, Yen Wedi ojo wani-wani

He he he he .... tadi pagi aku lihat di belakang sebuah truk pasir tulisan seperti di atas. Aku tersenyum dan introspeksi, Wah bener juga ya??????

Untuk yang pertama : "Yen wani ojo wedi-wedi" saya sangat setuju dengan kata-kata itu, karena kebanyakan dari kita selalu dihantui dengan kata-kata yang kedua : "Yen Wedi ojo wani-wani". Yang menjadi persoalan adalah kenapa kita harus takut? (Wedi?)

Ketakutan nampaknya sudah menjadi bagian dari perilaku sebagian besar dari kita: takut gagal, takut ditolak, takut diledek, takut miskin. Bentuk-bentuk ketakutan ini pada akhirnya menyebabkan penyakit mental seperti kekhawatiran, kecemasan, stress, kesedihan dan sebagainya akibat adanya anggapan bahwa masa depan akan lebih buruk dari apa yang dialami sekarang.

Dalam salah satu acara di radio beberapa waktu yang lalu saya menerima banyak sekali sms yang menanyakan asal muasal rasa takut ini. Tapi sebelumnya saya ingin membedakan antara takut alamiah dan takut yang dibuat-buat.

Takut alamiah bisa dikatakan takut yang didasari oleh insting kita sebagai makhluk hidup. Misalnya ketika kita menyeberang jalan, kita akan tengok kiri tengok kanan untuk memastikan kita tidak tertabrak. Takut alamiah ini yang menjadi basic survival nenek moyang kita dulu dari zaman homo sapiens karena kalau tidak kita sudah punah sejak dulu kala. Takut alamiah ini berdasarkan fakta. Jadi ada parameter yang jelas kenapa kita takut sehingga kita mengantisipasinya dengan tindakan.

Tipe takut yang kedua adalah takut yang berdasarkan fiksi – bukan kenyataan. Tipe takut yang ini menyebabkan kekhawatiran, kecemasan dan stress padahal semuanya hanyalah anggapan yang tidak didukung fakta-fakta nyata. Misalnya seseorang yang takut bicara di depan umum beranggapan bahwa orang-orang akan mencemoohnya padahal belum tentu hal itu terjadi. Orang ini akhirnya memilih untuk diam saja sekedar mencari aman.

Di tulisan ini saya akan membahas lebih detil tentang tipe takut yang kedua dan bagaimana cara mengatasinya.

Asal Usul Takut

Takut yang sifatnya mental disebabkan karena kita punya standar, aturan, atau keyakinan yang harus dipenuhi, kalau tidak kita akan merasa gagal. Standar, aturan atau keyakinan ini biasanya timbul melalui pergaulan kita di lingkungan keluarga, teman, dan pekerjaan. Seolah-olah kita harus memenuhi tuntutan mereka dan beban ini membuat kita khawatir apabila kita gagal memenuhinya.

Banyak contohnya mulai dari takut gagal ujian, takut melajang terus, takut dijauhi teman, dsb. Padahal it’s OK untuk gagal ujian yang penting kita berusaha dengan belajar. It’s OK untuk tidak menikah sebelum kita memperoleh pasangan yang tepat (daripada menikah dipaksakan tapi akhirnya berantakan). It’s OK juga dijauhi teman selama kita bertanggung jawab terhadap apa yang kita lakukan.

Ironisnya, ketakutan yang cuma anggapan ini bisa menjadi kenyataan ketika kita memikirkannya terus menerus. Ingat, pikiran kita bekerja sesuai dengan fokus kita. Apabila kita fokus kepada kekhawatiran maka cepat atau lambat apa yang kita takutkan akan terjadi.

Mengatasi Rasa Takut

Pertama, ubah fokus Anda dari takut menjadi cinta, dari khawatir menjadi optimis. Sadari bahwa takut tidak lebih dari sekedar ilusi yang belum tentu terjadi. Cintai apa saja yang Anda lakukan sepenuh hati. Abaikan kekhawatiran dan hilangkan standar, aturan, atau keyakinan yang dibuat oleh orang lain karena hanya diri Andalah yang mengetahui apa yang terbaik bagi Anda.

Kedua, bangun komunikasi dengan diri Anda sendiri. Tanyakan kepada diri Anda tiap kali Anda merasa khawatir, ”Apakah kekhawatiran ini membawa kebaikan atau menyakiti diri saya?”. Katakan kepada diri Anda bahwa Anda mencintai diri Anda apa adanya. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang menentukan kebahagiaan Anda kecuali diri Anda sendiri. Bukan orang tua, bukan bos, bukan juga pasangan Anda.

Yang terakhir adalah berlatihlah untuk berhenti berpikir tentang masa depan dan habiskan waktu Anda sebanyak mungkin di masa kini. Artinya your mind and body selalu sinkron, bukannya badan disini tapi pikiran melayang kemana-mana. Kekhawatiran, kecemasan, pesimis hanya terjadi karena kita terlalu memikirkan masa depan. Dengan kita fokus ke masa sekarang kita menjadi lebih punya energi dan power untuk memperoleh kebahagiaan sekarang, bukan nanti, tapi sekarang dan disini....

Anak-anak Indonesia yang berlaga di Piala AFF tgl 26 desember ini akan bertanding di Malaysia, begitu banyak tekanan-tekanan psikologi yang dilakukan Malaysia agar para pemain kita gentas bermain di kandang lawan, tetapi kita lihat bagaimana para pelatih ini memberikan parameter yang jelas tentang siapa kita siapa Malaysia, Apalagi kita mempunyai bekal pernah membantai Malaysia 5-1. Memang itu tidak bisa dijadikan standar, tetapi tekanan psikologis masyarakat Malysia bukanlah suatu hal yang membuat kita "Takut", Maka saya sangat setuju dengan " Yen Wani ojo Wedi-wedi".

Agustus Tahun 2011 delegasi Indonesia akan berangkat untuk mengikuti Kompetisi Keterampilan Tingkat Dunia di London (Worldskill Competition), dalam banyak kompetisi keterampilan tingkat dunia yang pernah saya ikuti, saya melihat anak-anak kita kebanyakan "grogi" saat melihat lawan-lawan/ kompetitor negara lain yang memang perawakannya tinggi dan berambut pirang. Banyak orang tua kita dulu pada jaman penjajahan belanda dulu kalau ketemu penjajah selalu berjalan dengan nunduk-nunduk dan tidak berani lewat di depannya, tidak berani memandang mukanya.

Saya pernah mengajar di sekolah milik yayasan German, dimana para pengurusnya adalah orang berambut pirang "BUle", Saya selalu menekankan pada para murid saya waktu itu : " hai man... ini bukan jamannya penjajahan, jadi ga perlu kita jalan nunduk-nunduk kalo ketemu "bule". Tapi lihat wajahnya, sapa "Good Morning" atau "how are you?" dan salami dengan badan tegak. Karena memang kita sama seperti mereka, derajat dan martabat kita sama, jadi mengapa kita harus "TAKUT/ WEDI".

Rasa takut ini bisa saja juga di picu dari ketidak percayaan diri, sehingga kita menjadi ciut sebelum melakukan pekerjaan kita, tetapi bila kita berlatih dengan standar yang sama, maka kita tidak perlu takut. Anak-anak yang akan bertanding akan di bina di Training-Training Centre selama 9 BUlan, ini adalah  masa dimana mereka harus sungguh-sungguh berlatih supaya mereka bisa siap dalam menghadapi kompetisi. Ada semboyan di Tentara " Lebih baik mandi Keringat di medan latihan daripada Mandi darah di medan pertempuran". Ini artinya persiapan akan sangat menentukan bagaimana nantinya kita akan berkompetisi dan memenangakan kompetisi. Oleh sebab itu kepada anak-anak saya ingin Katakan : "SEMANGAT" dan "SMK PASTI BISA", SELAMAT BERLATIH DAN SELAMAT BERJUANG.

No comments: