Sunday, November 28, 2010

LOMBA KOMPETISI NASIONAL (LKS) SARANA MENJARING CALON POTENSIAL AJANG ASC DAN WSC

Memperhatikan hasil dari Lomba Keterampilan Tingkat ASEAN yang baru saja berlangsung di Bangkok Thailand 19-21 November 2010. Seperti Kita ketahui bahwa Untuk Trade 31 : Fashion Technology kembali mempersembahkan Medali Emas ke pangkuan Ibu pertiwi.
Sebagai Ketua Juri dalam AJang tersebut saya sebetulnya merasa prihatin atas hasil tersebut, mengapa? Bukankah kita sudah 3 kali berturut-turut meraih gelar terhormat tersebut dari hasil tahun 2006 di Brunei, dan tahun 2008 di Kuala Lumpur Malaysia. Saya yang menjadi juri sekaligus pendamping bagi anak-anak muda Indonesia di ajang tersebut merasa prihatin, karena performance yang dimiliki oleh competitor kita selama 2 tahun terakhir menunjukan kecenderungan penurunan.

DI Tahun 2006 di Brunei Darusalam, Peserta Dari Indonesia adalah : Mulyawati Ikhsan dan Nerly Sophia Talan. Meraka adalah juara-juara LKS tahun 2004 Semarang. Saat itu kompetisi sangat ketat, saya ingat sekali saat itu saya menjadi salah satu juri di LKS semarang tersebut. Saya merasakan ada kompetisi yang sangat serius di LKS itu, karena saat itu para Juri sangat serius dalam melakukan penilaian, mereka tidak segan untuk berdebat dalam setiap Point-point Penilaian, sehingga dari LKS semarang itu didapat anak-anak muda yang meniliki potensi luar biasa. Terus terang saya sangat bangga dengan mereka, karena saya juga mendampingi mereka di ajang ASC dan WSC.

DI Asean Skill Competition ke 6, Nerly dan Mulyawati berjuang, bahkan Mulyawati pingsan saat hari ketiga seusai pertandingan dikarenakan mereka berjuang dengan semangat tinggi, walaupun suhu sangat dingin. Dan akhirnya Nerly bisa mempersembahkan Medali Emas, dan Mulyawati membawa Diplome Excellence.
Bayu dan Deasy yang dikirim ke ajang ASC ke 7 di kuala Lumpur Malaysia adalah hasil LKS 2006, saat itu saya sedang mengikuti Outbond di Serang untuk persiapan ASC di Brunei, jadi saya tidak bisa menjadi Juri. Saya sempat mendengar kabar bahwa penilaian saat itu sangat tertutup, sehingga dalam penentuan juara menjadi subjektif dan tidak objektif. Disinilah dimulainya penurunan performance dari anak-anak LKS.

Tahun 2008 Saat kompetisi berlangsung di Makasar, saya juga menjadi Juri, saat itu Salah satu peserta yang ikut di ajang ASC 8 Bangkok ikut dalam LKS, tetapi saat itu Belum bisa menunjukan performance terbaik. Penilaian saat itu juga terjadi sangat ketat. Saya yang ditugaskan sebagai ketua juri saat itu mencoba menjaga penilaian tetap objektif, apalagi saat itu kami berhasil menentukan point penilaian objektif menjadi 55%. Saat penilaian BLIND MARKING (penilaian dilakukan dengan mengubah no lomba peserta dengan A.B C D oleh Juri Presiden yang tidak diketahui oleh tim juri) memang terjadi perdebatan yang sangat-sangat sengit, karena salah satu juri berusaha memberikan nilai yang lebih untuk salah satu blazer yang telah ditandai (diberi nomor dengan menggunakan ballpoint), sebagai ketua juri saya tentu saja memprotes akan hal itu. Walaupun akhirnya penilaian menjadi sangat lamban tetapi saya bersyukur karena system penilaian tetap menjaga objektifitas.

Tahun 2009 DI LKS Jakarta Maulana ikut Kembali dengan, Syarifa kamelia, dan Fitri dari Makasar. Saat itu saya menolak menjadi juri karena dalam tim juri masih ada Juri yang tidak objektif yang jadi juri di makasar, Saya tidak mau berdebat dan berkonflik, karena saya rasa saya sudah harus mengurangi kondisi tersebut, selain karena usia bertambah, memang saat itu tekanan darah tinggi saya sedang tidak baik.
Seperti yang telah saya duga bahwa terjadi kembali hal-hal yang sangat subjektif terjadi kembali, dengan adanya salah satu peserta yang selalu di angkat-angkat oleh juri yang sama dengan juri yg saya tegur di LKS makasar. Untung saat itu masih ada Juri yang tetap menggunakan system yang Objektif dalam penilaian. Mereka adalah Bpk Edi Mas Intan (Edi Mas Intan Boutiuqe) dan Ibu Dwiyanti dari P4TK Sawangan Depok. Hasilnya adalah Fitri dari Makasar menjadi juara dan SYarifa Kamelia dan Maulana di tempat kedua dan ketiga.

DI LKS 2010 di Jakarta, system penilaian menjadi lebih lucu lagi, karena penilaian hanya berdasarkan pada kecekatan dan hasil yang dilihat oleh mata (appearance) saja. Padahal dalam system Penilaian begitu banyak Aspek : Objektif dan Subjektif. Saya hanya bisa berharap bahwa ‘kejelian’ mata para juri ini bisa dipertanggung jawabkan.

Proses Seleksi ASC di tingkat Propinsi dan Nasional menjadi Lucu, karena system penilaian Objektifpun di abaikan, malah cenderung di atur, Sleknas pertama, yang seharusnya terpilih di drop dengan alas an tidak bisa dikembangkan, Tidak bisa dikembangkan????? (suatu hal yang menggelikan).
Walaupun saya terlibat dalam selknas pertama tersebut, saya melaporkan hal ini kepada pihak depnaker, tetapi tidak mendapat tanggapan serius. Hal yang lebih lucu saat seleknas ke dua, saya sebagai supervisor Juri tidak diperkenankan melihat hasil anak-anak peserta Lomba. Saat itu juga saya protes dan mundur sebagai tim ASC.

Tetapi PLT dirjen Binalatas saat itu meminta saya untuk kembali dalam Tim, bahkan mengirim Direktur Stanproglat ke Perusahaan tempat saya bekerja saat ini, dan memohon agar saya bersedia untuk mendampingi anak-anak ke ajang ASC. Yang terbayang dalam benak saya saat itu hanya kecintaan saya pada Indonesia sehingga saya masih mau terlibat dalam ASC, kalau bukan karena merah putih saya tidak mungkin mau mendampingi, karena sistem seleksi yang kacau dan sistem pembinaan TC yang tidak mengikuti arahan saya sebagai Ketua Juri. Walaupun dengan hati yang miris, saat itu saya sampaikan pada salah satu kasubdit Depnaker bahwa saya hanya bisa janjikan 1 Emas dan saya sudah tentukan anak yg mana , karena saya tahu kualitas dari anak tersebut, karena anak tersebut memang pernah saya tangani dalam persiapan LKS 2009. Tetapi karena Sistem di TC saya tidak terlibat dan setiap saran saya tidak digubri, ada rasa  pesimisme, tetapi dalam kondisi pesimisme itu saya tetap berjanji akan bawa 1 medali emas untuk Indonesia (padahal Kompetisi belum berjalan).

Seperti telah diduga di ajang ASC ke 8 ini, di hari ke-1 dan ke-2 sudah terlihat kemampuan anak-anak sangat jauh, sehingga mereka berada di posisi 3&4 dengan nilai terpaut jauh dari peserta 1&2 dari Vietnam. Saya sudah Pesimis dengan kondisi tersebut, sampai-sampai saya tidak bisa makan karena tekanan-tekanan tersebut (Stress). Tetapi saya telah bertekad untuk mempersembahkan medali Emas bagi bangsa oleh sebab itu saya terus berjuang, sampai akhirnya kita bisa memperoleh medali Emas.
Dengan melihat hasil kompetisi ASC dan WSC sebetulnya ada benang merah yang sangat erat berkaitan, apabila kita mulai menghilangkan aspek objektifitas dalam penilaian, dan hanya berpedoman pada subjektifitas juri, maka jangan berharap akan bangkit anak-anak muda yang memiliki potensi yang besar seperti Nerly dan Mulyawati Ikhsan, yang rela berjuan sampai titik tenaga terakhir.

Bagi Para Juri LKS Propinsi dan LKS Nasional, saya hanya bisa berpesan bahwa dalam penilaian ada 5 Kriteria penilaian dan 98 Sub Kriteria penilaian, dan bukan berdasarkan pada penampakan akhir baju dan kecakapan peserta semata, yang belum tentu bisa dipertanggungjawabkan. Dengan mengikuti Aspek penilaian yang jelas, saya berharap kedepan akan muncul anak-anak muda yang berpotensi seperti Nerly dan Mulyawati. Apabila kita rindu kita berjaya di ajang ASC dan WSC maka sistem Kompetisi di Tingkat Propinsi dan Nasional harus diperbaiki.....

Dalam Postingan berikut saya akan mencoba memabahas Kriteria dan Sub kriteria penilaian, supaya bisa menjadi rujukan bagi para juri di daerah maupun Nasional dalam penyelenggaraan kompetisi yang terbuka dan fair (Fairness and tranparency).

Bagi para adik-adik yang ingin ikut berkompetisi di ajang ASEAN SKILL COMPETITION, caranya adalah :
Untuk Seleksi peserta ASC di selenggarakan oleh Depnakertrans, dalam hal ini di wakili oleh DITSTANPROGLAT. Ada 3 Tahapan SELEKSI dan 1 TAHAPAN SELEKSI PENENTUAN siapa yg akan berangkat ke AJANG ASC.

SELEKSI TAHAP 1 :
Seleksi diadakan di tiap-tiap propinsi : DEPNAKERTRANS sudah menganggarkan penyelenggaraan dan dana sudah di pos kan di masing-masing propinsi, hanya saja anggaran yang tersedia hanya untuk penyelenggaraan seleksi untuk 2 kejuruan saja. Dan pemilihan 2 kejuruan yg akan diadakan di serahkan kepada kebijakan masing-masing propinsi. Misal di propinsi Bali : mereka memiliki anggaran hanya untuk 2 kejuruan, dan mereka memilih kejuruan Otomotif dan perhotelan, sehingga sekalipun ada potensi dari kejuruan lain, maka tidak akan bisa di kirim ke tingkat nasional.  Bagi mereka yg berhasil menjadi juara akan di kirim untuk mengikuti seleksi tahap 2 (nasional ke-1), di jakarta. Tetapi bisa saja ada kejuruan yg tidak di tandingkan di propinsi karna keterbatasn anggaran penyelenggaraan kompetisi, bila benar-benar memiliki potensi, bisa mendaftarkan langsung ke seleksi tahap 2.
Contoh Maulana peserta ASC 8 di Bangkok, berasal dari Bali, tetapi karena di Bali tidak menyelenggarakan seleksi di daerah, Maulana mengikuti seleksi Tingkat Nasional di jakarta dengan usulan dari expert. dengan mengisi form seleksi nasional. 

SELEKSI TAHAP 2 :
Juara masing-masing propinsi akan di tandingkan di Jakarta, untuk diseleksi sebanyak 3 orang untuk masuk dalam TRAINING CENTRE yang diselenggarakan oleh DEPNAKER selama 3 Bulan. Mereka ini akan dipersiapkan untuk mengikuti Seleksi tahap 3 (Nasional ke-2).

SELEKSI TAHAP 3 :
Pesertanya adalah Peserta TC-Depnaker dan 3 Juara LKS. (6 Peserta) mereka akan di seleksi untuk menentukan 3 orang terbaik yang akan diikutkan pada TC tahap akhir di TC Depanker.

Juara 1,2 dan 3 akan di persiapkan kembali di TC DEPNAKER selama kurang lebih 9 Bulan untuk nantinya di seleksi menjadi 2 orang yang akan di kirim ke ajan ASEAN SKILL COMPETITION. 

No comments: