Monday, October 11, 2010

INdustri Garment Indonesia dalam Ancaman


Perkembangan Industri Garment di Indonesia boleh di bilang tidak menyenangkan, karena jangankan bisa berkembang, eh malah melorot/ menyusut dari tahun ke tahun. Jadi tidak bisa disebut maju dan berkembang tetapi cendurung menurun.



Saat ini di Indonesia ada kurang lebih 18 juta orang penduduk Indonesia yang hidup dari sektor TPT (Tekstil dan Produk Tekstil), dan 6 juta diantaranya hidup dari Industri Garment besar ber orientasi Export, sekitar 9 juta orang hidup di sektor garment berorientasi pasar lokal, jumlah 9 jt tersebut terdiri dari industrinya sampai ke retailnya.

Yang mengkhawatirkan adalah mereka-mereka yang mengantungkan hidupnya dari garment-garment yang berorientasi ekspor, Mengapa?

Negara Timur tengah seperti Yordania, misalnya mereka bisa ekspor ke Eropa dan Amerika dengan fasilitas bebas pajak, Negara-negara Amerika Latinpun memiliki hak yang sama. Bisa kita bayangkan harga kita menjadi semakin tidak kompetitif karena kita mempunyai perbedaan harga minimal 25%, bila kondisi dan regulasi di Indonesia danAmerika latin/ yordania sama dengan kita. Oleh sebab itu garment di Yordania dan Amerika latin saat ini dibanjiri order-order, di akibatkan perbedaan harga tersebut. DI ndonesia kalo mau ekspor ke eropa dan amerika dikenai import tax 25%.

Dahulu saat Kuota masih diberlakukan Garment di Indonesia malah bisa jualan kuota ke negara-negara yang tidak mempunyai kuota, bahkan saat itu harga kuota u/ category tertentu bisa mencapai USD 60/ Lusin, makanya banyak garmen di indonesia bukan jualan baju, tapi jadi jualan kuota. Begitu sistem kuota di hapus, tahun 2006 Garment Indonesia yang memproduksi Jaket drop ordernya sampai 40%, karena perbedaan harga jaket di Indonesia dan China berbeda (karena produsen garmen di china ga perlu beli kuota lagi).

Kalo dahulu banyak sekali pengusaha-pengusaha Tekstil dan Garment dari Negara Taiwan, saat ini banyak pengusaha Taiwan mulai hengkang dari Indonesia / memperkecil perusahaan mereka di Indonesia dan mulai membuka perusahaan di Yordania. Para pekerja Garment di Yordania di gaji rata-rata USD 400-700, bayngkan dengan upah yang di dapat di Indonesia UMR pekerja Garment rata-rata Rp. 1 jt ( +/- USD110).

Apa Garment kita bisa bertahan? dengan harga jual yang semakin lama semakin tidak kompetitif, Kalau menurunkan harga jelas tidak mungkin. Mengharapkan Indonesia memberikan fasilitas-fasilitas/ regulasi yang positif bagi industri kita juga tidak mungkin, Harga listrik naik lagi, Harga Solar industri naik juga, listrik di jatah dan byar pet..... wah wah.. kasihan juga ya garment kita.

Minggu lalu saya kedatangan teman lama, yang berhubungan terus dengan industri-industri garmen, karena produk mereka saat ini di pakai oleh mereka. Teman saya berkata kalau para rekanan industri banyak yang mengeluh, karena order-ordernya makin merosot, mungkin juga bisa tutup suatu saat. Teman saya ini bertanya kepada saya : "pak sebenarnya ada upaya apa lagi untuk menolong industri garment kita?"

Saya bilang : Untuk bisa keluar industri-industri garment di Indonesia harus memperbaiki sistem produksi mereka supaya bisa meningkatkan Produktivitas mereka. Tapi yang membuat saya kaget adalah : teman saya berkata " pak mereka bilang mereka sudah produktif". Lho kalau mereka sudah produktif koq bisnis mereka ga bisa jalan mulus, kenapa?????

Saya pernah memberi pelatihan ke suatu pabrik garment besar untuk peningkatan produktivitas, awalnya mereka sangat negatif dengan pelatihan yang saya tawarkan, karena mereka menganggap bahwa mereka sudah ga perlu lagi pelatihan, mereka menganggap bahwa pelatihan hanya membuang biaya dan tidak ada hasilnya bagi perbaikan kinerja. Mereka telah mengikuti pelatihan dari Trainer Luar negri yang katanya sangat baik di bidang manajemen, semua staff inti produksi sampai ke supervisor di training dengan biaya yang sangat mahal tentunya, tapi mereka bilang hasilnya .... Coca cola. di awalnya semangat dan akhirnya meleumpeum.... (waduh bahasa apa tuh meleumpeum?)

Saat saya mulai menjelaskan tentang Pelatihan yang dibutuhkan oleh supervisor garment di Indoensia saya sampaikan pada mereka, bahwa pelatihannya bukanlah sekedar teori tanpa praktek, atau praktek tanpa mengenal faktor-faktor 'X' di lapangan, tapi betul-betul mengajarkan di lapangan "what to do" & "what next". Hampir 90% para supervisor produksi di industri kita berlatar belakang penglaman menjahit (dulunya ex Operator), latar belakang pendidikan merekapun tidak tinggi (maaf). Oleh sebab itu mereka tidak mengerti teori-teori dari buku manajemen, yang biasa di ajarkan ke anak-anak kuliahan. Yang mereka perlukan adalah hal praktis yang berkaitan dengan pekerjaan mereka sehari-hari. dan mulai mengajarkan bagaimana mempelajari masalah mereka dan mulai mengurai masalah itu satu-persatu, dan mengajarkan perbaikan-perbaikan yang diperlukan. (dasar teorinya seperti itu padahal implementasinya sangat rumit dan harus telaten). Maka dari itu Pelatihan yang saya tawarkan adalah pelatihan intensif dan orientasi dilapangan, sampai para pelaksana lapangan itu bisa keluar dari masalah.

Setelah menjalankan pelatihan beberapa waktu, para pelaksana lapangan ini mulai merasakan: " lho koq beda ya, dengan pelatihan yang dulu-dulu?", Karena saya mengajar langsung di lapangan, tidak sekedar teori di kelas, tapi belajar memperbaiki kerja, dari faktor-faktor 'x' yang iasa mereka temui sehari hari di pekerjaan mereka.

Memang intinya adalah : bagaimana meningkatkan Produktivitas dengan memperbaiki Efisisensi waktu kerja (mempelajari cara kerja saat ini dan memperbaiki cara kerja, menambahkan motivasi kerja) , memperbaiki Qualitas kerja supaya bisa meningkatkan efektivitas kerja dengan mengurangi waktu yang digunakan untuk memperbaiki produk gagal, Memperbaiki metoda kerja dan kualitas kerja juga nantinya akan memperbaiki Kualitas produk secara langsung.

Yang menjadi permasalahan adalah, banyaknya trainer-trainer saat ini mengetahui dasar teori tetapi tidak mengetahui secara persis faktor-faktor 'X' dilapangan, sehingga saat menyampaikan materi, pencapaian hasilnya ya kurang begitu memuaskan. Ada juga trainer-trainer mempunyai latar belakan pengalaman/ praktisi garment tetapi merekapun mempunyai kesulitan dalam hal dasar teori dan methodologi pengajaran, sehingga hasilnya pun kurang begitu memuaskan. Jadi diperlukan Trainer-trainer yang memang memiliki dasar Pengetahuan/ Theori yang baik, juga memiliki pemahaman secara menyeluruh mengenai faktor-faktor 'X' di lapangan dan memahami methodologi sistem pengajaran dengan baik.

Di pusat Pelatihan Garment kita memiliki itu, karena saya memang sudah terjun di Industri Garment lebih kurang 18 Tahun, dan sudah mengelola Lembaga Pelatihan dan mengajar selama 8 tahun, dan memang kutu buku, yang senang mempelajari theori-theori yang relevan dengan industri Garmen. Sehingga saat mengajarkan Tentang Garment Industrial Engineering ataupun Production Supervisory, yang menjadi pembahasan kasus adalah hal-hal real yang sedang mereka kerjakan di lapangan.

Oleh sebab itu bila Industri kita sudah mengatakan bahwa mereka sudah mencapai Tingkat produktivitas yang tinggi, saya rasa mereka harus meng evaluasi kembali........
Atau mereka belum mengetahui, sebenarnya mereka sedang memerlukan obat sebelum akhirnya mereka mendekati ajal (tutup).

Apabila anda membutuhkan Informasi mengenai Pelatihan apa yang dibutuhkan bagi Industri Garment kita supaya tidak ajal? ya hubungi aja saya di : 0811 21 5560/ 0819 3418 2102

Salam
Nathanael Suryadi

No comments: